Minggu, 06 April 2014

Film Korea Mengharukan : Heart Is

Jika kalian pengen nonton film yang bisa membuat kalian menangis sampai  serasa air mata tak mau berhenti mengalir?? jawababnya adalah Heart Is. film yang berdurasi sekitar 2 jam lebih ini telah berhasil membuat aku menghabiskan satu gulung tisue dan sukses membuat mataku bengkak selama kurang lebih 2 jam.

film ini berkisah tentang dua orang bersaudara yaitu Chan (sebagai kakak) dan soi (sebagai adik), keduanya adalah dua bersaudara yang terpaksa tinggal sendiri di sebuah desa karena ditinggal ibunya pergi merantau ke kota. ketika ulang tahun adiknya, Chan memberikan hadiah sebuah anjing. karena mereka tidak terlalu kaya, Chan mencuri anak anjing itu dari sebuah rumah orang kaya. seiring berjalannya waktu, anjing tersebut kemudian tumbuh menjadi anjing yang baik, dan sangat menyayanggi kedua bersaudara tersebut. tapi nasib berkata lain, ketika Chan, Soi dan heart (nama anjing itu) bermain di sebuah sungai yang membeku tiba-tiba terjadi kecelakaan.  lapisan es yang soi dan Heart tiba-tiba retak dan patah, soi yang tidak bisa berenang akhirnya mati tenggelam. si kakak yang tidak terima atas kematian Soi akhirnya memusui si anjing karena menyebabkan kematian adiknya.


karena merasa tidak punya siapa-siapa lagi, Chan akhirnya memberanikan diri menemui ibunya yang merantau bertahun-tahun di kota Busan. tak disangka, kedatangan Chan tidak disambut gembira oleh sang Ibu. merasa tidak diacuhkan oleh sang ibu, Chan lantas menggelandang kemudian tinggal di tempat anak-anak gelandaangan yang dipekerjakan secara paksa. di saat itulah Chan bertemu kembali dengan si anjing yang telah ber mil-mil jauhnya menyusuri rel kereta api untuk mencari Chan. setelah itu, masalah demi masalah terus menerpa Chan, mulai dari diburu sekawanan preman yang pernah memepekerjakannya sebagai pengemis sampai harus kedinginan dan kelaparan karena tidak memiliki uang, satu-satunya teman yang setia menemani adalah sang anjing, sang anjing yang sangat menyayangi Chan berusaha untuk selalu bersamanya, bahkan sampai mengorbankan nyawa pada akhirnya.

bagi kamu penggemar film korea... sumpah film ini bagus banget. film ini menunjukkan betapa setianya seekor anjing pada majikannya. sama seperti film haciko ( jepang ) dalam versi berbeda tentunya.

Senin, 30 Desember 2013

Potensi usaha budidaya ikan air tawar


budidaya ikan air tawar
Potensi usaha ikan air tawar akan semakin menggiurkan, pada tahun 2021 konsumsi ikan perkapita penduduk dunia akan mencapai 19,6 kg per tahun. Memang, sebagian besar konsumsi ikan saat ini masih dipasok oleh hasil perikanan tangkap atau ikan laut. Namun diramalkan pada tahun 2018 produksi ikan air tawar akan menyalip produksi perikanan tangkap. Bahkan tahun 2021 kebutuhan ikan air tawar akan menyentuh angka 172 juta ton per tahun, naik lebih dari 15 persen dari kebutuhan rata-rata saat ini. Angka-angka tersebut dirilis oleh Badan Pangan PBB tahun 2011.
Mengapa demikian, karena perikanan tangkap yang ada saat ini sudah overfishing. Sehingga ikan di laut semakin sulit didapatkan. Bahkan bila tidak ada perubahan model produksi, para peneliti meramalkan pada tahun 2048 tak ada lagi ikan untuk ditangkap. Dengan kata lain, tidak ada lagi menu seafood di piring kita! Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dunia diperlukan peningkatan produksi budidaya ikan air tawar sebagai subtitusi ikan laut. Sehingga kita bisa memberikan ruang kepada biota laut untuk berkembang biak.

Tingkat konsumsi ikan
Indonesia sebagai Negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar merupakan pasar potensial untuk produk perikanan. Apalagi fakta saat ini menunjukkan konsumsi ikan perkapita Indonesia masih sangat rendah jika dibandingkan dengan konsumsi penduduk negara berkembang lainnya. Kalau kita menilik pada angka konsumsi perkapita ikan yang dikeluarkan Kementrian Kelautan pada tahun 2011, Indonesia hanya berada diangka 31,5 kg per tahun, bandingkan dengan Malaysia yang mencapai 55,4 kg per tahun. Hanya saja yang menjanjikan adalah pertumbuhan rata-rata atau kenaikan jumlah konsumsi ikan di Indonesia yang naik 16,7 persen per tahun. Jauh diatas Malaysia yang hanya 1,26 persen per tahun.
Seperti diketahui luas, daging ikan mempunyai kandungan gizi yang baik. Ikan dipandang sebagai sumber protein hewani yang baik dibanding sumber lainnya. Dalam daging ikan terdapat asam lemak bebas omega-3, suatu zat yang sangat berguna bagi perkembangan kecerdasan pada anak-anak. Omega-3 juga bermanfaat menekan kolesterol dalam darah. Dengan tumbuhnya perekonomian Indonesia, kesadaran masyarakat akan konsumsi ikan semakin tinggi. Ditambah lagi dengan adanya program Gemar Makan Ikan yang dikampanyekan Kementerian Kelautan RI, angka konsumsi akan terus bergerak naik.

Produksi ikan air tawar
Dari sisi produksi, pada tahun 2011 produksi perikanan nasional mencapai 12,39 juta ton. Dari jumlah itu, produksi perikanan tangkap sebanyak 5,41 juta ton dan produksi perikanan budidaya 6,98 juta ton. Dari total produksi perikanan budidaya, jumlah budidaya ikan dalam kolam air tawar menyumbangkan angka hingga 1,1 juta ton. Sisanya adalah budidaya tambak air payau, budidaya di laut, budidaya dalam keramba dan budidaya jaring apung.
Kenaikan produksi budidaya ikan dalam kolam air tawar pun cukup pesat yaitu berkisar 11 persen setiap tahun. Hal ini menujukkan ada gairah besar di masyarakat untuk mengembangkan usaha budidaya ikan air tawar. Tentunya pertumbuhan produksi ini mengacu pada permintaan pasar yang terus meningkat.
Lebih dari 70 persen produksi ikan air tawar diserap oleh pasar dalam negeri. Pulau Jawa menjadi penyerap terbesar mengingat jumlah penduduknya yang padat. Apabila dilihat dari potensinya, kebutuhan untuk pulau Jawa saja masih akan terus berkembang. Mengingat, konsumsi per kapita ikan di Jawa masih di bawah konsumsi per kapita di luar Jawa.

Budidaya ikan air tawar
Produksi budidaya ikan air tawar dalam kolam didominasi oleh ikan mas, lele, patin, nila dan gurame. Lima jenis ikan tersebut menyumbang lebih dari 80 persen dari total produksi. Secara umum komersialisasi budidaya ikan air tawar dibagi dua segmen, yaitu pembibitan dan pembesaran. Budidaya pembibitan bertujuan untuk menghasilkan bibit bagi para peternak ikan. Sedangkan budidaya pembesaran bertujuan untuk menghasilkan ikan siap konsumsi. Berikut sekilas profil ikan air tawar yang paling banyak diproduksi di Indonesia.

 a. Ikan mas

Proses pemijahan ikan mas diluar persiapan indukan memakan waktu 5-7 hari hingga dihasilkan larva. Kemudian larva dibesarkan sampai berukuran 5 cm atau bobot sekitar 2,5 gram satu bulan. Jadi total waktu yang dibutuhkan untuk budidaya pembibitan ikan mas sekitar 5 minggu.
Kemudian ikan dijual kepada peternak pembesaran. Pembesaran untuk ikan mas ada dua segmen yaitu, dari bibit berukuran 2,5 gram menjadi ikan ukuran 50 gram. Waktu yang dibutuhkan satu bulan. Kemudian pembesaran untuk konsumsi, yaitu dari ukuran 50 gram atau 20 ekor per kg menjadi 4 ekor per kg. Untuk tahap ini membutuhkan waktu 3 bulan.

b. Ikan lele

Terdapat tiga jenis lele yang umum dibudidayakan di Indonesia, silahkan lihat jenis-jenis lele budidaya. Segmen pembibitan untuk ikan lele dimulai dari pemijahan dan penetasan telur. Penetasan telur menjadi larva membutuhkan waktu 1-2 hari. Kemudian perlu waktu sekitar 7 hari lagi agar larva kuat untuk dipindahkan. Setelah larva jadi dibutuhkan waktu hingga 1-2 bulan untuk membesarkan ikan lele hingga berukuran 5-10 cm.
Lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang bisa dibudidayakan dengan kepadatan tinggi, sekitar 100-300 ekor per meter kubik. Pembesaran ikan lele dimulai dari ukuran 5-10 cm. Untuk membesarkan lele dari jenis sangkuriang sampai ukuran konsumsi sekitar 9-10 ekor per kg dibutuhkan waktu 60 hari, silahkan lihat panduan lengkap budidaya ikan lele. Rasio pakan menjadi daging untuk jenis lele sangkuriang sangat tinggi, bisa mencapai 1:1. Artinya setiap pemberian pakan sebanyak 1 kg akan dihasilkan 1 kg peretambahan berat lele.

c. Ikan patin

Pembibitan ikan patin memerlukan keterampilan khusus dan harus dilakukan tenaga terlatih. Pembesaran larva sampai siap di tebar di kolam pembesaran membutuhkan waktu 3-4 minggu. Ada tiga tahap pembesaran larva yaitu umur 1-9 hari, 10-13 hari dan 14-21 hari.
Patin bisa dibesarkan dengan kepadatan 20-30 ekor per meter kubik. Tidak ada patokan ukuran ikan patin siap konsumsi, sangat tergantung selera pasar masing-masing daerah. Biasanya para pembudidaya membesarkan patin hingga panen dalam jangka waktu 6 bulan, apabila lebih dari itu pemeliharaan sudah tidak ekonomis lagi.

d. Ikan nila

Usaha budidaya ikan nila cocok dilakukan di daerah yang memiliki sumber air yang bersih. Nila merupakan ikan air tawar yang mudah dipelihara dan gangguan penyakitnya tidak begitu banyak. Pembibitan nila cukup mudah. Dari sepasang indukan bisa dihasilkan 250-1000 butir telur. Telur tersebut akan menetas menjadi larva 10-13 hari dalam mulut si induk hingga siap didederkan untuk pembesaran. Waktu persiapan dari telur hingga menjadi benih pembesaran berukuran 5-8 cm atau 5 gram, diperlukan waktu 60 hari.
Pembesaran ikan nila sangat cepat, untuk jenis nila GIFT bisa tumbuh 4,1 gram per hari. Nila jantan dan betina memiliki kemampuan tumbuh yang berbeda. Jantan tumbuh 40 persen lebih cepat dibanding betina. Bila sudah mencapai 200 gram, pertumbuhan nila betina melambat drastis, sedangkan jantan tetap tumbuh. Namun jangan khawatir, saat ini sudah ada teknologi jantanisasi. Dengan teknik tertentu semua nila bisa diubah menjadi jantan. Nila GIFT dikonsumsi pada ukuran 5 ekor per kg, dibutuhkan waktu 4 bulan untuk membesarkan nila di kolam air tawar.

e. Ikan gurame

Perlu beberapa tahapan untuk membibitkan gurame dari mulai pemijahan, penetasan telur dan pemeliharaan larva. Umumnya, larva yang telah menetas dan berumur 8-9 hari sudah siap dipindahkan dan didederkan. Kemudian dibutuhkan waktu pendederan selama 170 hari untuk bisa menghasilkan benih yang siap untuk pembesaran.
Di daerah Cianjur, Jawa Barat ikan gurame biasa dibesarkan sampai ukuran 3-4 kg dan dibudidayakan dikolam-kolam pekarangan. Namun proses pembesaran seperti itu tidak ekonomis kalau dilakukan secara intensif. Kecuali, kita sudah mempunyai saluran pemasaran khusus. Pembesaran ikan gurame sampai tahap konsumsi ukuran 1 kg per ekor dari bibit sebesar 250 gram per ekor memerlukan waktu 4 bulan.

Jumat, 27 Desember 2013

Minggu, 10 November 2013

METODE PEMERIKSAAN DAN IDENTIFIKASI BAKTERI Vibrio sp PADA KOMODITI KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DI BALAI BESAR KARANTINA IKAN PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN MAKASSAR

Oleh Sri  Ayu  HartinaPembimbing : 1. Zainal Usman, S.P, M.Si

  2. Jumadil,S.Pd
BAB  I  PENDAHULUAN
Latar  Belakang
Kelautan dan Perikanan adalah salah satu sektor ekonomi yang sangat strategis bagi perkembangan pembangunan Indonesia melalui kegiatan ekspor produk perikanan. Saat ini pemerintah berusaha menjadikan sektor kelautan dan perikanan sebagai salah satu sektor andalan yang diharapkan mampu mengeluarkan bangsa Indonesia dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Pembangunan sektor kelautan dan perikanan bertujuan untuk menyediakan protein hewani pada makanan dan bahan mentah bagi industry perikanan, meningkatkan pendapatan petani ikan, menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa Negara melalui promosi ekspor produk perikanan budidaya, dan dukungan daerah sebagaimana pembangunan nasional berkelanjutan.
Dalam era globalisasi dewasa ini arus lalulintas komoditas perikanan semakin meningkat. Perdagangan bebas mulai dirasakan, terlebih lagi dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, hubungan antar Negara hampir tiada batas. Hal ini semakin membuka peluang kemungkinan dapat masuk dan tersebarnya hama dan penyakit ikan di luar negeri dan antar area atau daerah di dalam wilayah Republik Indonesia.
Sumber daya alam hayati tersebut merupakan salah satu modal dasar sekaligus sebagai faktor dominan yang perlu diperhatikan dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945.
Sebagian pulau – pulau di Indonesia masih bebas dari hama dan penyakit ikan. Sejalan semakin meningkatnya lalulintas ikan antar Negara dan dari suatu area ke area lain dalam wilayah Republik Indonesia, dalam rangka perdagangan, semakin membuka peluang bagi kemungkinan masuk dan menyebarnya hama dan penyakit ikan yang berbahaya atau menular yang dapat merusak sumber daya alam hayati.
Sejalan dengan arus globalisasi dan perdagangan bebas telah disepakati bahwa aturan teknis ikan karantina merupakan hak berdaulat Negara anggota WTO (World Trade Organization) yang implikasinya menjadikan aturan karantina sebagai instrument dagang produk – produk perikanan melalui proteksionisme terselubung. Untuk menghindari akses negatif dari kondisi tersebut maka jajaran karantina harus diperkuat sehingga selain mencegah hama dan penyakit karantina juga mampu mengendalikan produk impor perikanan yang tidak memenuhi standar karantina dan mampu memberikan jaminan kualitas produk ekspor perikanan.
Untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang dapat merusak kelestarian sumber daya perikanan maka sesuai dengan Undang – Undang No. 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, pada pasal 3 disebutkan bahwa karantina ikan bertujuan untuk mencegah masuknya hama dan penyakit ikan karantina dari luar negeri ke dalam wilayah Republik Indonesia. Upaya tersebut direalisasikan dalam bentuk pelaksanaan tindakan karantina atas komoditi atau media pembawa lainnya baik yang diekspor, impor maupun domestik melalui pelabuhan laut maupun bandara udara serta tempat – tempat pemasukan atau pengeluaran lainnya (UU No. 16 tahun 1992).
Oleh karena itu pentingnya dilakukan tindakan karantina pada komoditi atau media pembawa lainnya yang keluar maupun yang masuk, untuk mencegah masuk dan tersebarnya Hama dan Penyakit Ikan Karantina yang dapat merusak sumber daya perikanan di dalam wilayah Republik Indonesia terutama pada komoditi kepiting bakau (scylla serrata) yang mempunyai nilai gizi yang tinggi sehingga permintaan akan kepiting bakau terus meningkat baik secara domestik maupun ekspor,mengingat pentingnya hal tersebut maka penulis mengambil judul “Metode Pemeriksaan dan Identifikasi Bakteri Vibrio sp pada Kepiting Bakau (scylla serrata).
BAB  III  HASIL  DAN  PEMBAHASAN
A. Uraian Kegiatan
Adapun kegiatan yang dilakukan pada praktik kerja lapang di Balai Besar Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Makassar (BBKIPM), terdiri dari sterilisasi alat dan bahan, pembuatan media tumbuh dan media uji, isolasi bakteri, Pemurnian bakteri, uji biokimia bakteri dan identifikasi bakteri.
1. Sterilisasi Alat dan Bahan
Sebelum dilakukan pemeriksaan kesehatan terhadap sampel uji, terlebih dahulu siapkan alat yang dibutuhkan. Perlengkapan tersebut berupa alat dan bahan yang harus disterilkan sebelum dan setelah digunakan.
Yang dimaksud dengan sterill adalah suatu kondisi yang bebas mikroba baik vegetatif maupun spora (Anonim 1992), sedangkan sterilisasi adalah kegiatan yang diilakukan secara fisik atau kimiawi untuk memperoleh kondisi steril.
Sterilisasi alat dan bahan sebelum digunakan merupakan hal yang sangat penting untuk menghindari adanya kontaminasi bakteri luar. Peralatan yang akan disterilkan terlebih dahulu dimasak sampai air mendidih selama ± 90 menit. Hal ini dilakukan pada alat yang tidak mudah rusak, menguap atau mencair pada titik didih seperti pipet, tabung reaksi, cawan petri, dan peralatan lainnya. Lalu peralatan tersebut dicuci dengan deterjen dan dibilas dengan air sampai bersih, lalu direndam dengan alkohol 70% setelah itu dilakukan sterilisasi alat dengan sterilisasi kering menggunakan oven. Adapun untuk sterilisasi bahan (sterilisasi panas lembab) menggunakan autoclave, tujuannya agar bahan tetap dalam kondisi steril.
a. Sterilisasi panas kering
Sterilisasi panas kering yang dilakukan menggunakan oven. Sterilisasi ini digunakan untuk mensterilkan alat – alat yang terbuat dari kaca atau gelas seperti tabung reaksi, cawan petri, Erlenmeyer, pipet, dll. Alat yang disterilkan terlebih dahulu dibungkus dengan kertas lalu dimasukkan ke dalam oven, tujuannya agar setelah di oven alat – alat tersebut tidak kontaminan terhadap udara. Suhu yang digunakan yaitu 160 °C selama ± 2 jam, hal ini dimaksudkan untuk mengoksidasi cairan yang ada pada tubuh bakteri sehingga terjadi suatu dehidrasi dan pada akhirnya dapat membunuh mikroorganisme tersebut.
b. Sterilisasi panas lembap
Sterilisasi panas lembab yaitu sterilisasi yang menggunakan suhu panas dan uap air secara bersama – sama dengan autoclave. Umumnya sterilisasi ini dilakukan untuk mensterilkan bahan yang akan digunakan seperti bahan uji lanjut atau bahan media tumbuh. Sterilisasi dilakukan dalam autoclave dengan suhu 121°C dalam waktu ± 15 menit, karena pada suhu tersebut mikroorganisme tidak dapat bertahan hidup (Hadioetomo, 1993). Setelah 15 menit, autoclave dapat dimatikan. Biarkan tekanan dalam autoclave 0 atm dan suhu kurang dari 100 °C, setelah itu media atau bahan yang ada di dalam autoclave dapat dikeluarkan.
2. Pembuatan Media Tumbuh
Media biakan atau media tumbuh merupakan suatu zat yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme di laboratorium, fungsi dari suatu media biakan adalah memberikan tempat dan kondisi yang mendukung pertumbuhan dan perkembangbiakan dari mikroorganisme yang ditumbuhkan. Oleh sebab itu, setiap media harus memenuhi nutrient yang dibutuhkan oleh bakteri agar dapat berkembang biak. Untuk menstimulir pertumbuhan bakteri, medium yang digunakan harus mengandung komponen-komponen yang dibutuhkan oleh bakteri tersebut. Kebutuhan dasar dari bakteri termasuk air, karbon, energi, nitrogen, mineral, dan faktor pertumbuhan seperti vitamin dan beberapa asam amino. Bakteri juga mempunyai pH minimum, maksimum, dan optimum untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu dalam mempersiapkan medium perlu dilakukan pengaturan pH sehingga tercapai pH optimum untuk pertumbuhan bakteri yang diinginkan (Srikandi 1987).  Hal ini sesuai dengan pendapat (Label, 2008), yang menyatakan bahwa untuk menelaah mikroorganisme di laboratorium, kita harus dapat menumbuhkan mereka. Mikroorganisme dapat berkembang biak dengan alami atau dengan bantuan manusia. Mikroorganisme yang yang dikembangkan oleh manusia diantaranya melalui substrat yang disebut media. Untuk melakukan hal ini haruslah dimengerti jenis-jenis nutrient yang disyaratkan oleh bakteri dan juga macam lingkungan fisik yang menyediakan kondisi optimum bagi pertumbuhannya.
Mikroorganisme yang ingin kita tumbuhkan harus kita ketahui jenis medium yang sesuai sehingga dapat tumbuh dengan baik pada media. Dalam hal ini medium yang digunakan oleh mikroorganisme berfungsi sebagai sumber energi untuk melakukan pertumbuhan dan perkembang biakan sehingga harus sesuai dengan komposisi bahan medium. Umumnya media yang sering digunakan di Balai Besar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Makassar yaitu media TSA (Tryptic Soy Agar), TSA NaCl (Tryptic Soy Agar Natrium Clorida), TCBS (Thiosulphate Citrate Bile Sucrose), SDA (Sabrout Dextrose Agar), TSB (Tryptic Soy Broth), KF Strepto, dan LEMB.
Media tersebut diatas dilarutkan dengan aquades dengan dosis masing masing media dan dihomogenkan diatas hot plate with stirrer, setelah itu disterilkan dengan autoclave dengan suhu 121 °C selama 15 menit, hal ini dimaksudkan agar media steril dan terhindar dari kontaminasi lingkungan luar, akan tetapi ada juga media yang tidak perlu dimasukkan dalam autoclave seperti media TCBS. Setelah itu dilakukan penuangan di cawan petri kecuali media TSB, yang dituang di dalam tabung reaksi karena media ini berbentuk cair, dilakukan didalam laminary flow. Setelah penuangan selesai, semua media didiamkan selama beberapa menit sampai agar padat, dan di UV selama 15 menit.
3. Pembuatan Media Uji
Media uji adalah suatu zat yang digunakan untuk menguji jasad renik seperti bakteri. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sifat dari suatu bakteri, sifat bakteri dapat dilihat dari kemampuannya merombak media uji.
Adapun media uji yang dibuat di BBKIPM yaitu, MIO, MRVP, OF, LIA, KIA, TSIA, TB, Gelatin, Urea, SCA, Glukosa, Malonat, Nitrat, Arginine,  serta berbagai jenis Glukosa lainya. Syarat dan cara pembuatan media ini sama dengan pembuatan media tumbuh, yang membedakan hanyalah wadah yang digunakan, khusus media ini menggunakan tabung reaksi. Selebihnya proses pembuatan dan penuangan sama dengan media tumbuh.
4. Isolasi Bakteri
Isolasi bakteri merupakan cara untuk memisahkan atau memindahkan mikroba tertentu dari lingkungannya seperti yang terdapat pada tubuh organisme (ikan), sehingga diperoleh kultur bakteri yang murni atau biakan yang tumbuh di dalam media tumbuh. Mengisolasi bakteri dilakukan dalam laminary flow secara aseptik dan teliti. Isolasi pada agar cawan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu metode gores dan tuang. Isolasi ini dilakukan pada mikroba yang dapat membentuk koloni yang mudah terpisah pada media padat seperti kebanyakan bakteri, jamur, dan alga uniseluler (Hadioetomo 1985).
Teknik isolasi bakteri yang biasa dilakukan di BBKIPM yaitu Teknik gores, Teknik ini digunakan untuk mengisolasi bakteri pada ikan menggunakan jarum inokulum (ose). Caranya yaitu sterilkan terlebih dahulu jarum ose dengan api Bunsen, agar tidak terjadi kontaminasi bakteri dari udara. Jarum ose yang telah steril digoreskan ke organ target yang diduga mengandung pathogen dan selanjutnya digoreskan ke media tumbuh secara hati-hati. 
Setelah proses isolasi bakteri selesai, maka tindakan selanjutnya memasukkan media tadi ke dalam incubator dengan suhu 27 °C – 30 °C  atau incubator 35 oselama 24 – 48 jam.
5. Teknik Pemurnian Bakteri
Untuk mempelajari sifat-sifat perturnbuhan, morfologi dan sifat fisiologi bakteri, maka masing-masing bakteri tersebut harus dipisahkan satu dengan yang lainnya, sehingga terbentuk kultur mumi, yaitu suatu biakan yang terdiri dari sel-sel satu spesies atau satu galur mikroba (Fardiaz 1989). Pemurnian dilakukan pada hasil isolasi bakteri yang telah diinkubasi selama 24-48 jam, bakteri yang telah diinkubasi tersebut biasanya terdiri dari beberapa koloni bakteri. Sehingga diperlukan pemurnian bakteri secara aseptik agar kita hanya memperolah satu jenis bakteri saja dalam jumlah yang banyak di dalam media tumbuh tersebut. Bakteri yang dimurnikan adalah bakteri yang dominan tumbuh dalam media dan terpisah.
Teknik memurnikan bakteri menggunakan teknik gores dengan mengambil satu koloni bakteri dan menggoreskannya ke permukaan media tumbuh secara aseptik, Proses pemurnian bakteri ini dilakukan untuk mendapatkan koloni bakteri yang benar-benar murni. Umumnya bakteri yang akan dimurnikan adalah bakteri yang koloninya terpisah dan tumbuh pada hasil goresan pada media tumbuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Pelczar (2006), yang menyatakan bahwa koloni yang berlainan dapat mewakli organisme yang berbeda-beda, setiap koloni agaknya merupakan biakan murni satu macam mikroorganisme. Setelah kultur murni selesai, maka hasil pemurnian tersebut dimasukkan ke dalam inkubator selama 24-48 jam.
6. Uji Lanjut
Uji lanjut dilakukan untuk dapat mengidentifikasi bakteri yang menyerang ikan, selain dengan melihat bentuk dan warna koloni bakteri, kita perlu melakukan uji lanjut agar proses identifikasi bakteri lebih akurat sehingga kita dapat menentukan jenis bakteri yang menyerang komoditi tersebut.
Adapun uji lanjut yang dilakukan di Balai Besar Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Makassar untuk mengidentifikasi bakteri Vibrio sp yang terdapat pada sampel uji Kepiting Bakau (Scylla serrata) adalah sebagai berikut:
a. Uji pewarnaan garam
Salah satu teknik pewarnaan diferensial yang paling penting dan paling luas digunakan untuk bakteri ialah pewarnaan gram. Uji pewarnaan gram dilakukan untuk mengetahui bentuk dari koloni bakteri tersebut dan untuk menentukan warna bakteri apakah termasuk gram negatif atau gram positif. Dalam proses ini olesan bakteri yang terfiksasi karena larutan-larutan antara lain Kristal violet, larutan yodium, alkohol (bahan pemucat), dan safranin atau beberapa pewarna tandingan lain yang sesuai (Pelczar, 2006).
Prinsip pewamaan Gram adalah kemampuan dinding sel mengikat zat warna dasar (kristal violet) setelah pencucian dengan alkohol 96 %. Hal ini berhubungan dengan komposisi senyawa penyusun dinding sel, yaitu pada bakteri Gram positif mengandung peptidoglikan lebih banyak daripada Gram negatif (Prabaningtyas 2003). Bakteri Gram positif terlihat berwama ungu karena asam-asam ribonukleat pada sitoplasma sel-sel Gram positif membentuk ikatan lebih kuat dengan kristal violet. Namun, sel-sel bakteri Gram negatif mempunyai kandungan lipid yang lebih tinggi dan umumnya mudah larut oleh alkohol yang memperbesar pori-pori dinding sel. Dengan demikian pemucatan pada sel-sel Gram negatif lebih cepat (Hadioetomo 1985).
Tahap-tahap pewarnaan Gram adalah sebagai berikut: mula-mula objekglass dibersihkan dengan kapas yang telah diberi alkohol. Selanjutya diberi kode (label). Biakan bakteri pada agar diambil menggunakan jarum ose steril dan dipindahkan di bagian tengah objek glass yang telah ditetesi akuades steril, setelah itu diratakan tipis-tipis agar bakteri tersebut tidak menumpuk sehingga mudah diamati. Preparat ini dibiarkan mengering di udara kemudian difiksasi di atas Bunsen agar bakteri tersebut benar-benar melekat pada objek glass, tetapi perlu diingat bahwa proses fiksasi jangan terlalu lama dan panas karena dapat menyebabkan bakteri rusak. Adapun proses pewarnaan gram sebagai berikut : 
1. Larutan gram A (kristal violet) dan dibiarkan selama 1 menit. Selanjutnya dibilas dengan akuades (air mengalir), selanjutnya dikering anginkan. 
2. Preparat ini ditetesi dengan larutan gram B (yodium) dan dibiarkan selama 1 menit lalu dibilas dengan akuades (air mengalir), selanjutnya dikering anginkan.
3. Kemudian preparat ditetesi larutan pemucat wama, yaitu alkohol 95 % selama 30 detik, selanjutnya dicuci dengan larutan akuades (air mengalir), selanjutnya dikering anginkan.  
4. Yang terakhir diteteskan dengan gram D (safranin) selama 2 menit, lalu dibilas dengan akuades (air mengalir), selanjutnya dikering anginkan. 
Kemudian diamati bentuk selnya dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 1000x. Sebelumnya preparat diteteskan dengan minyak imersi. Bakteri dinyatakan bersifat Gram positif apabila warna selnya ungu dan Gram negatif apabila wama selnya merah. (iii) Pewarnaan spora (Hadioetomo 1985).
b. Uji katalase
Uji katalase dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya enzim katalase pada bakteri. Katalase adalah enzim yang dapat mengkatalisasi penguraian hidrogen peroksida (H202) menjadi air dan 02. Hidrogen peroksida bersifat toksik terhadap sel karena bahan ini dapat mengaktifkan enzim dalam sel. Uji ini penting dilakukan untuk mengetahui sifat bakteri terhadap kebutuhan akan oksigen (Lay 1994). Uji ini dilakukan dengan cara mengambil biakan bakteri lalu ditaruh ke objek glass yang telah ditetesi H2O2, jika  terjadi gelembung gas maka uji katalase positif, sedangkan jika tidak terjadi gelembung maka uji katalase negatif.
c. Uji Oksidase
Uji oksidase dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya enzim oksidase pada bakteri tersebut. Uji oksidase berfungsi untuk menentukan adanya cytochrome oksidase yang ditemukan pada bakteri tertentu (Lay 1994). Uji ini dilakukan dengan cara mengambil biakan bakteri dan digoreskan pada kertas oksidase, jika kertas oksidase berubah warna menjadi warna biru atau ungu maka uji oksidase positif, Hasil positif menunjukkan bahwa isolat-isolat bakteri tersebut mampu menghasilkan enzim cytochrome oksidase, sehingga bakteri tersebut melakukan metabolisme energi melalui respirasi sedangkan apabila tidak terjadi perubahan warna maka uji oksidase negatif.
1) Uji MIO (Motil Indol Ornithine)
Uji MIO terdiri dari motil untuk melihat pergerakan bakteri, indol untuk mengetahui produksi indol dari trypthophane dan ornithine untuk mengamati perubahan warna yang terjadi dalam media . Uji MIO dilakukan dengan cara biakan bakteri diambil menggunakan jarum ose lurus dan diinkunbasi selama ±24-48 jam, lalu dilihat perubahan yang terjadi. Apabila biakan bakteri menyebar dari garis tusukan maka motil positif, apabila terjadi perubahan warna menjadi ungu tua maka ornithine positif, dan apabila terjadi cincin merah setelah diberi larutan kovak’s maka indol postif.
2) Uji OF (Oksidatif Fermentatif)
Uji OF ini dilakukan untuk mengetahui sifat oksidatif dan fermentatif suatu bakteri terhadap glukosa. Uji ini dilakukan dengan cara mengambil biakan bakteri menggunakan jarum ose lurus dan ditusukkan secara vertikal ke dalam dua tabung yang berisi media OF dan salah satu dari tabung tersebut diberi parafin cair. Adapun pembacaan uji OF bisa dilihat pada gambar.
3) Uji TSIA (Triple Sugar Iron Agar)
Uji fermentasi gula dan H2S merupakan serangkaian uji yang dilakukan dengan menggunakan medium TSIA (Triple Sugar Iron Agar). Tujuannya adalah untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam memfermentasi gula untuk menghasilkan asam atau gas. Pada media TSIA mengandung tiga macam gula, yaitu glukosa, laktosa atau sukrosa dan indikator merah fenol serta FeS04 (Lay 1994). Warna merah pada agar menunjukkan reaksi basa, sedangkan warna kuning menunjukkan reaksi asam. Warna merah pada permukaan agar dan kuning di bagian bawah agar menunjukkan terjadinya fermentasi glukosa. Warna kuning pada bagian permukaan dan bawah tabung menunjukkan terjadinya fermentasi laktosa dan sukrosa (Fardiaz 1989).
Uji TSIA ini dilakukan untuk melihat perubahan warna yang terjadi pada goresan miring (Slant) dan tusukan tegak (Butt) dan melihat reaksi bakteri terhadap asam dan basa, serta kemampuan bakteri manghasilkan gas dan H2S.
apabila terjadi perubahan warna merah pada goresan miring dan tusukan tegak maka bakteri bersifat K/K (basa), sedangkan apabila perubahan pada goresan miring menjadi warna kuning dan pada tusukan tegak menjadi maka bakteri bersifat A/K (Asam/Basa). Selain itu apabila terbentuk warna hitam, maka bakteri menghasilkan H2S dan apabila ada gas, maka bakteri dapat menghasilkan gas.
4) Uji Arginine dihydrolisis
Uji Arginine dihydrolisis dilakukan dengan cara mengambil biakan bakteri dengan menggunakan jarum ose lurus, lalu ditusukkan secara vertikal ke media arginine dan diinkubasi selama ± 24 jam. Jika terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah muda berarti uji arginine positif, sedangkan apabila tidak terjadi perubahan warna maka uji arginine negatif.
5) Uji MR-VP
Uji ini dilakukan untuk mengetahui mendeterminasi bakteri yang mampu menghasilkan ecethyl carbitol (acetion) dari fermentasi glukosa pada pengujian Vogest Proskauer (VP) dan Untuk mengetahui kemampuan bakteri menfermentasi glukosa untuk menghasilkan asam pada pengujian Methyl Red (MR). Pembacaan MR dilakukan dengan menambahkan reagent MR sebanyak 6 tetes, apabila terjadi perubahan warna menjadi warna merah maka hasil pembacaannya positif, sedangkan apabila terjadi perubahan warna menjadi kuning maka hasil pembacaannya negatif. Sedangkan untuk pembacaan VP dilakukan dengan menambahkan reagent KOH 40% dengan dosis 600 Âµl atau 0.6 ml dan A. Naphtol dengan dosis 200 Âµl atau 0.2 ml. apabila terjadi perubahan warna menjadi merah, maka pembacaannya positif. Sedangkan apabila terjadi perubahan warna menjadi kuning, maka pembacaannya negatif.
6) Uji Nitrate
Uji ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri untuk mengubah Nitrat dan Nitrit. Jika terjadi perubahan warna menjadi merah setelah penambahan Sulfanic acid dan A-Napthylamine sebanyak 5 tetes maka uji nitrat positif dan apabila perubahan warna kuning maka hasilnya negatif.
7) Uji KIA (Kigler Iron Agar)
Uji KIA ini terdiri dari dari goresan miring/slant (diaminase) dan tusukan tegak/butt (Decarboxylase), dilakukan dengan cara mengambil biakan bakteri menggunakan jarum ose lalu goreskan ke slant dan ditusukkan ke butt, setelah itu diinkubasi selama ± 24 jam. Jika terjadi perubahan pada slant dan butt dari warna merah menjadi kuning, berarti diaminase dan decarboxylase positif atau pembacaannya A/A. Jika terjadi perubahan pada slant dan butt dari merah menjadi merah gelap maka diaminase dan decarboxylase positif atau pembacaannya K/K. Apabila pada media ada noda hitam, berarti bakteri dapat menghasilkan H2S. sedangkan apabila pada tabung terbentuk gelembung, berarti bakteri dapat menghasilkan gas.
8) Uji SCA (Simons Citrate Agar)
Prinsipnya untuk mendeterminasi kemampuan bakteri menggunakan asam citrat sebagai sumber karbon untuk metabolisme. Uji SCA dilakukan dengan cara mengambil biakan bakteri menggunakan jarum ose, lalu digoreskan pada media SCA dan diinkubasi selama ± 24 jam. Setelah diinkubasi, diamati perubahan warna yang terjadi. Jika terjadi perubahan warna dari warna hijau menjadi warna biru maka uji SCA positif, sedangkan apabila tidak terjadi perubahan warna, maka hasilnya negatif.
9) Uji LIA (Lysin Iron Agar)
Media LIA terdiri dari goresan miring/slant (Diaminase) dan tusukan tegak/butt (Decarboxylase), dilakukan dengan cara mengambil biakan bakteri menggunakan jarum ose lalu goreskan ke slant dan ditusukkan ke butt, setelah itu diinkubasi selama ± 24 jam. Jika terjadi perubahan pada slant menjadi warna merah gelap, berarti lysin diaminase positif. Sedangkan pada butt apabila mengalami perubahan warna ungu tua, maka lysin decarboxylase positif. Apabila pada media ada noda hitam, berarti bakteri dapat menghasilkan H2S. Sedangkan apabila pada tabung terbentuk gelembung, berarti bakteri dapat menghasilkan gas.
TUBE
1
2
3
4*
Deamination of lysin
(dark red slant)
-
+
-
-
Decarboxylation of lysin
(anaerobic alkaline rx.)
-
-
+
+
10) Uji Urease
Uji urease ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri menghasilkan enzim urease. Uji ini dilakukan dengan cara mengambil biakan diinkubasi selama ± 24 jam. Jika terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah muda, maka uji urease positif dan apabila tidak terjadi perubahan warna maka uji urease negatif.
11) Uji Sukrosa, D-Xylose, Laktose, Maltosa, Rhamnosa, Trehalose, D-Mannitol, L-Arabinose, Dextrose, Dulcitol, Tryptose, DL-Phenylanine, Sorbitol, Inositol, inulin, esculin  dan Raffinose
Uji gula-gula ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan bakteri melakukan fermentasi karbohidrat. Uji ini dilakukan dengan cara mengambil biakan bakteri dengan jarum ose lalu dimasukkan ke media gula-gula dan diinkubasi selama ± 24 jam. Jika terjadi perubahan warna maka hasilnya positif dan jika tidak terjadi perubahan warna maka hasilnya negatif.
12) Uji Novobiocin
Uji Novobiocin bertujuan untuk melihat sensitivitas bakteri terhadap novobiocin atau tingkat kerentanan bakteri terhadap suatu zat mikroba seperti antibiotik. Uji ini dilakukan dengan cara mengambil biakan bakteri dan digoreskan ke media dan diberi novobiocin dan diinkubasi selama ± 24 jam. Setelah itu dilakukan pengamatan, apabila bakteri menghindari novobiocin maka hasilnya positif dan sebaliknya apabila bakteri tidak menghindari novobiocin maka hasilnya negatif.
7. Identifikasi Bakteri
identifikasi mikroba berguna untuk mempelajari secara detail karakter fisik, kimiawi, dan biologis mikroba sehingga dapat diketahui dan dimanfaatkan secara optimal.
Identifikasi bakteri dilakukan dengan melihat perubahan uji biokimia yang telah diinkubasi selama ± 24-48 jam. Hasil uji biokimia dan pewarnaan gram ditulis dalam blanko pengujian dan selanjutnya diidentifikasi secara manual dengan bantuan buku acuan sebagai berikut :
1. Bacteria from Fish and Other Aquatic Animals 1 (Buller,2004)
2. Bacterial Fish Pathogens - Disease of Farmed and Wild Fish (Springer, 2007)
3. Manual for the identification of medical bacteria(Cowan And Steel's, 1993)
Adapun salah satu bakteri yang teridentifikasi selama melaksanakan Praktik Kerja Lapang di BBKIPM adalah Vibrio sp.
            Bakteri Vibrio sp. adalah jenis bakteri yang dapat hidup pada salinitas yang relatif tinggi. Menurut Rheinheiner (1985) cit. Herawati (1996), sebagian besar bakteri berpendar bersifat halofil yang tumbuh optimal pada air laut bersalinitas 20-40‰. Bakteri Vibrio berpendar termasuk bakteri anaerobic fakultatif, yaitu dapat hidup baik dengan atau tanpa oksigen. Bakteri Vibrio tumbuh pada pH 4 9 dan tumbuh optimal pada pH 6,5 - 8,5 atau kondisi alkali dengan pH 9,0 (Baumann et al., 1984 cit.Herawati, 1996). Dari hasil pengamatan di mikroskop, terlihat bakteri vibrio sp dengan bentuk batang koma berjenis gram negatif (R-).
Tabel . Hasil Uji Biokimia dari Bakteri Vibrio sp. yang menginfeksi insang kepiting bakau (Buller, 2004)
Ujibiokimia
Hasil
Ujibiokimia
Hasil
Ujibiokimia
Hasil
Katalase
+
Novobiocin
+
D’Mannitol
-
Oxidase
+
MR/VP
-/-
DL’Phenil
-
Motility
+
Trehalose
-
Sorbitol
-
Indol 
-
L’Arabinose
-
Inositol
-
Ornithin 
-
Glukosa/gas
-/-
Raffinose
-
OF
F
Sukrosa 
-
Malonate
-
TSIA
A/A
D’Xylose
-
SCA
-
LIA
-/-
Lactose
-
KIA 
+/+
Arginine
+
Maltose
-
Urease
-
Nitrate
+
Rhamnose
-
Dextrose
-
a. Vibrio parahaemolyticus
Bakteri ini ditemukan pada sampel dengan kode isolate 1 (kepiting bakau). Organ yang diisolasi adalah insang, ditemukan bakteri Vibrio parahaemolyticusjenis bakteri gram negative berbentuk batang koma,  dan koloni berwarna hijau pada media tumbuh TCBS.
Tabel . Hasil Uji Biokimia dari Bakteri Vibrio parahaemolyticus yang menginfeksi insang kepiting bakau (Buller, 2004 dan G.I Barrow, 1993)
Ujibiokimia
Hasil
Ujibiokimia
Hasil
Ujibiokimia
Hasil
Katalase
+
Novobiocin
+
D’Mannitol
-
Oxidase
+
MR/VP
+/-
DL’Phenil
-
Motility
+
Trehalose
+
Sorbitol
-
Indol 
+
L’Arabinose
-
Inositol
-
Ornithin 
+
Glukosa/gas
-/-
Raffinose
-
OF
F
Sukrosa 
-
Malonate
-
TSIA
A/A
D’Xylose
-
SCA
-
LIA
-/-
Lactose
-
KIA 
-/-
Arginine
-
Maltose
-
Urease
-
Nitrate
+
Rhamnose
-
Dextrose
-
b. Vibrio alginolyticus
Bakteri ini ditemukan pada sampel dengan kode isolate 7 (kepiting bakau). Organ yang diisolasi adalah insang, ditemukan bakteri V.alginolyticus ,jenis bakteri gram negative berbentuk batang koma,  dan koloni berwarna hijau pada media tumbuh TCBS.
Tabel. Hasil Uji Biokimia dari Bakteri V.alginolyticus yang menginfeksi insang kepiting bakau  (Buller, 2004 dan G.I Barrow, 1993)
Ujibiokimia
Hasil
Ujibiokimia
Hasil
Ujibiokimia
Hasil
Katalase
+
Novobiocin
+
D’Mannitol
+
Oxidase
+
MR/VP
-/+
DL’Phenil
-
Motility
+
Trehalose
+
Sorbitol
-
Indol 
+
L’Arabinose
-
Inositol
-
Ornithin 
+
Glukosa/gas
-/-
Raffinose
-
OF
F
Sukrosa 
+
Malonate
+
TSIA
A/A
D’Xylose
-
SCA
-
LIA
-/+
Lactose
-
KIA 
-
Arginine
-
Maltose
-
Urease
-
Nitrate
+
Rhamnose
-
Dextrose
-
8. Faktor Penyebab Kesalahan Identifikasi Bakteri
Pada kegiatan Identifikasi bakteri ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu sebagai berikut :
a. Mekanisme Identifikisi
· Pastikan menggunakan kultur murni
· Bekerja dari kategori/sifat yang umum menuju yang spesifik
· Gunakan semua informasi yang ada untuk mempersempit kemungkinan
· Gunakan “common sense” pada setiap langkah
· Gunakan karakter (test) minimal untuk identifikasi
· Gunakan bakteri referen untuk memastikan bahwa kondisi uji di lab valid.
b. Identifikasi
· Identifikasi bakteri secara teori adalah membandingkan bakteri yang belum diketahui dengan bakteri yang sudah diketahui identitasnya. 
· Sehingga bakteri yang belum diketahui dapat diidentifikasi dengan benar.
c. Kultur Murni
· Bakteri yang diidentifikasi harus benar-benar berasal dari kultur murni
· Isolat bakteri yang didapat dari medium spesifik, sebaiknya dihindari untuk identifikasi kecuali telah dikultur pada medium umum. Sebab bakteri yang tidak sepesifik mungkin tumbuh lambat di medium spesifik, sehingga kemungkinan akan terbawa saat dipindah ke medium lain
d. Medium Sesuai Dengan Petunjuk
· Pastikan medium yang digunakan belum habis umur teknisnya (expired)
· pH medium sesuai dengan petunjuk yang dikeluarkan oleh produsen
· Cara pembuatan dan sterilisasi sesuai dengan petunjuk yang dikeluarkan oleh produsen
· Inkubasi  pada suhu dan waktu yang sesuai
· Karakter Yang Diuji Mencukupi
· Kurangnya karakter yang diuji sering menimbulkan kesulitan dan ketidak tepatan dalam identifikasi bakteri
· Jumlah karakter yang diuji sebaiknya mengacu pada buku pedoman yang diacu (misal Austin & Austin, 2007; Buller, 2004 dsb)